Sembahyang

Bahkan sebelum datangnya Hindu-Budha ke tanah Jawa, masyarakat jawa sudah melakukan sembahyang. Suatu kegiatan khusus yang dilakukan sebagai perwujudan adanya kekuasaan yang menguasai Jawa, menguasai seluruh alam ini. Alam disini yang dimaksud adalah segala sesuatu yang masih dapat di-indera dan difikirkan. Dan yang menguasai seluruh alam pastilah bukan bagian dari alam ini. Tuhan.


Masyarakat jawa melakukan sembahyang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Seandainya orang jawa tidak melakukannya, dia dikatakan "ora njowo" karena mereka menyadari bahwa keberadaannya di alam ini adalah karena diadakan, sehingga mereka menyembah penciptanya. Ini sangat logis. Masyarakat jawa juga menyadari bahwa jiwanya akan kembali kepada Penciptanya bila sudah berpisah dari raganya, oleh karenanya mereka mempersiapkan diri dengan sembahyang dan terus-menerus mengingatNya supaya kelak bisa diterima disisiNya.

Ritual sembahyang ini mulai dilakukan ketika seseorang sudah dewasa dan biasanya sudah mulai diajarkan sejak balita serta mulai didisiplinkan ketika anak sudah "mbeneh". Adapun tempat untuk melakukannya juga mempunyai syarat-syarat tertentu, biasanya harus bersih dan menghadap ke arah tertentu.

Meskipun sebenarnya sembahyang itu merupakan kebutuhan setiap manusia Jawa, namun banyak yang masih belum bisa mengalahkan dirinya sendiri sehingga yang dilakukan atau yang diinginkan adalah memburu materi. Padahal secara realita materi ketika dikejar yang sering malah menjauh, dan pasti materi tidak akan dibawa oleh jiwa manusia ketika kembali pada Penciptanya.

Setelah dilakukan berulang-ulang secara umum, biasanya ini akan menjadi budaya. Sembahyang akan tetap bernilai lebih ketika dilakukan atas dasar karena Sang Pencipta, bukan karena melestarikan budaya.